Atas Nama Hari TV Sedunia, Mari Kita Bernostalgia!
(Ilustrasi oleh Yashika Asmi)
Di masa sekarang—masa serba digital ini—rasa-rasanya menonton televisi sudah menjadi sesuatu yang cukup asing di kehidupan sehari-hari. Gimana enggak? Sekarang sudah ada berbagai perusahaan global streaming macam Netflix (dengan semboyan Netflix and chill-nya bikin fomo orang yang belum subscribe dan bikin menghabiskan waktu di rumah saat weekend sebagai sesuatu yang keren), Hulu (yang membuat orang rela untuk install VPN dulu buat aksesnya), sampai the-bukan-knock-out-kok-its-totally-different-streaming-company-with-the-totally-different-name Iflix (anak emas para provider Internet Indonesia)— dan kalau memang butuh platform yang lebih merakyat, tinggal ketik saja “nonton streaming Indonesia gratis” di search engine, kita akan disuguhkan banyak situs layanan streaming (literally) gratis meskipun harus tertahan banyak pop-up ads(eits yang ini bukan pesan promosi ya, stop pembajakkan gengs!).
Di luar situs nonton film pun, kemunculan platform raksasa yang telah membuka banyak lowongan pekerjaan serta membuat kategori cita-cita baru, the almighty Youtube, juga memberi andil sendiri pada turunnya pamor televisi.
“ Youtube Youtube lebih dari TV”, as Jovial da Lopez said.
Kalau diputar ke kurun waktu 1 dekade lalu, rasa-rasanya aneh membayangkan bahwa akan ada masa dimana televisi mengalami penurunan popularitas. Dahulu, nonton TV bersama dengan keluarga di ruang tengah itu berasa seperti ritual sakral—mau nonton program politik kek, gossip kek, itu urusan belakangan, yang penting ngumpul bareng. Nonton kartun pada hari Minggu pagi apalagi, satu tingkat lebih sakral.
Ditilik secara aspek ilmiah, sebenarnya sudah banyak jurnal dan teori-teori yang membahas kenapa trendsekarang sudah bergeser dari medium statis seperti TV ke medium yang lebih “convergence” seperti layanan internet streaming di atas. Atau kalau ditilik dari aspek ‘common sense’, orang awam pun juga bisa menjelaskan kenapa stasiun TV swasta Indonesia juga kini semakin kehilangan peminatnya, terutama dari golongan muda dengan selera bagus (yha gimana yha).
Namun sayangnya, bukan itu tujuan artikel hari ini…...Tujuan artikel ini, ya untuk mengingat dan merayakan kematian kejayaan televisi!
So, karena paragraf pembuka ini sudah dirasa kepanjangan bagi sebuah listicle, atas nama nostalgia, mari kita mengheningkan cipta untuk mengenang 4 serial televisi legendaris yang telah menghibur kita di masa lalu. Mengheningkan cipta, dimulai:
(Bajuri dan Ucup dalam Bajaj Bajuri. GMM Films.)
Siapa sih yang ga inget dengan ke-koret-an Emak, ke-gapunya-baju-lain-selain-baju-bola-an Ucup, dan ke-oneng-an well...Oneng? Unless kalian emang lahir tahun 2008 ke atas, kebangetan sih kalo gak tahu sitkom ini.
Sitkom ini berkisah tentang keluarga sederhana Betawi, yaitu keluarga Bajuri dan Oneng, yang berpenghasilan pas-pasan karena Bajuri hanya bekerja sebagai supir bajaj dan Oneng yang membuka salon kecil-kecilan. Sitkom ini berfokus pada kehidupan sehari-hari Badjuri dan lingkungan sekitarnya. Salah satu yang membuat sitkom ini legendaris dan masih melekat di pikiran hingga sekarang, selain skenario dan dialog humor per episodenya tentu saja, adalah karakter-karakternya yang kuat. Oneng dengan ke’oneng’annya, Emak dengan sifat pelit dan rivalitasnya dengan Bajuri, Ucup dan Said duo pengangguran yang selalu mampir ke rumah Bajuri, serta Bajuri sendiri yang sukses menghidupkan logat Betawi asli ke layar televisi.
Alasan lainnya lagi: Bajaj Bajuri sukses menyorot realita kehidupan rakyat kelas menengah bawah dengan berbagai problematika hidup —dibalut dengan ringan dan menghibur tetapi juga sarat akan kritik.
Buat kalian yang memang belum sempat merasakan experience sitkom Indonesia di masa kejayaannya, kita saranin buat search di Youtube sekarang karena this series, indeed, a total classic bruh!
(Para pemain "Friends". Warner Bros Television.)
Teng tereng tereng teng tereng teng~ Teng tereng tereng teng tereng teng~
Kalau kalian mulai membayangkan musik dari soundtrack lagu “Friends” di kepala kalian, that’s exactly the reason why this series is a legend. Bahkan 14 tahun setelah tamat, serial tv ini masih jadi pop-culture reference dimana-mana! Brooklyn 99, How I Met Your Mother, The Good Place, you name it.
Memang pantas sih apapun yang ada di serial ini meninggalkan legacy (*colek rambut Jennifer Anniston), secara serial TV ini merupakan salah satu serial TV yang paling membekas di era 90-an sampai 2000-an. Hangatnya kisah persahabatan Rachel, Monica, Phoebe, Joey, Chandler, dan Ross serta dilengkapi bumbu-bumbu kisah romantis yang rumit namun ringan, memang membuat serial TV ini tak lekang oleh waktu. Baik menonton serial ini di TV swasta atau di akun Netflix, dua-duanya tetap memberikan kepuasan yang sama!
(Para pemain "Si Doel Anak Sekolahan". Karnos Films.)
Anak Betawi…..Ketinggalan Jaman….Katenye…..
Satu lagi lagu pembuka yang legendaris pada masanya. Si Doel adalah trademark serial tv keluarga sejati. Selain karena serial ini berkisah tentang keluarga asal Betawi dan keseharian mereka menjalani hidup di Jakarta, Si Doel juga merupakan serial yang ideal untuk ditonton bersama encing, emak, dan babeh.
Si Doel Anak Sekolahan adalah potret sempurna drama keluarga dengan proporsi drama yang pas. Tak ada konflik yang berbelit-belit, skenario amnesia dan terpisah dengan keluarga, sampai adegan meninggal-namun-ternyata-masih-hidup(???)—Tidak, Si Doel jauh dari skenario-skenario absurd seperti itu.
Seperti kembali ke masa kecil, serial Si Doel Anak Sekolahan akan mengingatkan kita bahwa dalam hidup, bahagia itu cukup sesederhana keluarga.
- 4. Meteor Garden (2001, bukan 2018)
(Para pemain "Meteor Garden". Comic Ritz International Production.)
Agar supaya tidak western-centric, ethnosentric, dan politically incorrect, daftar terakhir ini kami dedikasikan untuk serial televisi yang sempat membuat para anak remaja tergila-gila terhadap “oppah keceh” a la Taiwan jauh sebelum badai KPOP menyerang.
Bercerita tentang Shan Cài, si geulis yang mendapatkan beasiswa ke universitas prestise untuk ‘golongan kaya’ dan interaksinya dengan Dào Míng Sì, Hua Zé Lèi, Mi Zuò, dan Xi Mén—aka F4/Flower Four—yang kelak akan tumbuh menjadi kisah cinta dan persahabatan. Perbedaan kelas sosial antara Shan Cài dan F4 menjadi sesuatu yang secara konsisten hadir sebagai elemen konflik utama di serial ini.
Serial yang sempat booming dan menyebabkan tiket konser F4 Taiwan di Jakarta ludes ini, menjadi salah satu benchmark dari drama-drama romantis yang hadir setelahnya. Simak saja drama-drama romantis Indonesia yang hadir di stasiun swasta sebelah dalam kurun waktu tahun-tahun berikutnya, hampir 11-12 dengan drama-drama Asia yang sedang meroket.
Terlepas dari apa yang akan dikatakan penggemar BBF atau Meteor Garden 2018 garis keras, tidak dapat dipungkiri bahwa Meteor Garden 2001 adalah definisi dari ‘it was cool before it was cliché’. Therefore, it’s legend.........wait for it........dary (oops wrong reference!).
Mengheningkan cipta. Selesai.
Semoga artikel ini cukup mengobati rasa nostalgia-mu terhadap konten televisi bagus ya, Esmeralda!
Salam, Ferguso.
Kurnia Latif Maulani is currently balancing a campus life as an advertising student, a professional life as a freelance writer, and an alternate life inside her own head. You're always welcome to say hi on her Instagram (but beware of her spamming your timeline with cat videos).
Catherine Payne
Thank you for such an amazing and informative article! It’s useful to know how to continue small talk and eventually make it into a great conversation.
Ronald Chen
Catherine PayneThank you for your comment! I will publish more tips on social communication as well as some useful negotiation tricks so stay tuned!
Philip Bowman
Your tips helped me change my attitude to small talk, and I’m not avoiding them anymore. I hope to see more of such posts here in the future.