Capernaum: The Chaos inside a Teenager’s Life
(Capernaum, Sony Pictures Classics ©2018)
“I want to sue my parents,”
“Why are you suing your parents?”
“For giving me life”
Begitulah kalimat yang terlontar dari Zain (bukan Zain yang Malik ya), anak sulung dari salah satu keluarga miskin di Lebanon, saat ditanya oleh hakim tentang apa tujuannya menghadiri sidang itu. Ditemani oleh pengacara yang diperankan oleh sang sutradara, Nadine Labaki, Zain menuntut kedua orang tuanya karena telah melahirkan dirinya. Selain pengacaranya, Zain juga didukung oleh seorang ‘teman’ bernama Rahil.
Film yang berlatar tempat daerah kumuh di Jakarta Beirut ini mengisahkan kehidupan Zain (diperankan oleh Zain Al Rafeea), seorang anak berusia 12 tahun yang tidak sekolah dan harus bekerja agar dapat membantu perekonomian keluarganya. Zain mempunyai 4 adik yang semuanya adalah perempuan. Salah satu adik yang paling disayang Zain adalah Sahar, anak kedua yang berusia 11 tahun.
Sahar yang belum sepenuhnya mengerti cinta dan pernikahan terpaksa ‘dijual’ oleh orang tuanya kepada Assad, si pemilik toko kelontong tempat Zain bekerja, demi bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal, tadinya Sahar setuju waktu Zain ngajak dia kabur dari rumah. You know why? Jadi si Zain nakut-nakutin Sahar, katanya kalo Sahar sampe tinggal sama Assad, dia bakal dikurung dan dikasih makan mi instan yang udah basi sama air kotor, padahal gak gitu juga. Lucu u Jen.
Alhasil, Zain yang nggak bisa nyelametin Sahar dari jeratan narkoba Assad, kabur sendirian dari rumahnya. Mungkin pikirnya, yah kemana pun deh yang penting bisa jauh dari keluarga yang anggotanya udah overload. Petualangan Zain selanjutnya dimulai dari pertemuannya dengan Mr. Cockroach-man. Lalu bertemu dengan Rahil dan anaknya, Yonas, hingga……. kalian harus nonton! WQWQ, jadi penasaran nga?
Tapi beneran deh, plot film berdurasi 2.5 jam ini dibuat bener-bener padat tapi mengalir (nahloh gimana) dan semuanya nyambung banget (yaiyala Jubaeda). Ibarat kain dan jarum nih, Nadine Labaki bener-bener ngejahit dengan detail dan epic deh sampe jadi dress cantique, gimana enggak, doi keliling sendiri ke permukiman kumuh Beirut, kenalan sama ibu-ibu yang punya 16 anak, bahkan jalan-jalan sendirian ke penjara anak-anak. Itu baru namanya effort. Makanya nih kalo mau kritik pilem, jangan keterlaluan yak, nanti akunya sutradaranya sedi.
Selain plot yang disusun apik, pemilihan tema juga jadi sorotan penting. Berapa film sih yang berani nyenggol makna aborsi tanpa nyebutin kata “aborsi” secara eksplisit, berapa film yang mengangkat tema keluarga miskin yang saking miskinnya sampe harus makan es batu sama gula (HIKS), berapa film yang menyorot kehidupan kumuh di Suriah dari perspektif anak pra-remaja yang prihatin sama nasib adiknya yang harus menikah di bawah umur, ada berapa hah? Soalnya w beneran gatau ini, ehe.
Ya intinya mah cerita Zain itu cukup membuat kita aware deh sama isu sosial di hampir seluruh Asia, termasuk Indonesia. Eh iya, BTW, Zain Al Rafeea-nya sendiri beneran anak pengungsi dari Suriah yang belom pernah mengenyam pendidikan sama sekali loh. Tapi tenang aja, sekarang Zain udah pindah ke Norwegia dan memulai sekolahnya kok. FYI nih, tante Nadine juga bilang kalo dia berusaha untuk nggak melebih-lebihkan situasi di filmnya ini. Nah gitu dong, jadi yang apa adanya bukan ada apanya. *uhuk*
Buatkuh, film berjudul Capernaum yang berarti chaos atau ‘kacau’ ini pantes banget masuk nominasi (atau bahkan menang) Oscars. Ditambah lagi, build-up plot dan karakternya juga kuat banget, bahkan you’ll get me in tears saat adegan Zain duduk (literally duduk doang) di bus sama Yonas (si dedek bayi unyu yang ada di poster itu tuh, awas kalo bilang gak keliatan!). Terus nggak lupa adegan kocak pas dek Yonas gak mau mimi cucu. Kurang apa lagi coba, complicated udah pasti, sedihnya juga definitely a yes, adegan KDRT yang dilakuin sama mamanya Zain ada, adegan-adegan kocak juga berhasil memancing tawa getir saat penonton mulai tenggelam sama situasinya Zain, cuma kurang femes aja nih Zainnya, soalnya pengen ku-follow di IG rasanyah.~~
Tristin Hartono is an active senior communication student with "broadcasting" as her interest sub-major. She's currently into philosophy and old Greek stories. You can catch her up at Instagram, where she maintains her feeds tidy since November 2017.
Catherine Payne
Thank you for such an amazing and informative article! It’s useful to know how to continue small talk and eventually make it into a great conversation.
Ronald Chen
Catherine PayneThank you for your comment! I will publish more tips on social communication as well as some useful negotiation tricks so stay tuned!
Philip Bowman
Your tips helped me change my attitude to small talk, and I’m not avoiding them anymore. I hope to see more of such posts here in the future.