Cold War: Bukan Versi Lain A Star is Born
(Wiktor dan Zula dalam 'Cold War'. Opus Film.)
Kala nonton trailer Cold War, hal pertama yang terbersit di pikiran adalah: Jangan bilang ini remake A Star is Born versi Polandia??? Kalo iya, cabut aja lah ane.
Bukannya kenapa-kenapa, ane cuma udah bosen dan gerah sama tipikal cerita macam A Star is Born. Entah kenapa, dunia sinema penuh dengan plot perempuan jelita tapi jelata ketemu dengan cowok ganteng tajir melintir sukses rajin menabung yang dengan ikhlas membantu si perempuan jadi beken yang dipakai terus-terusan—sampai melahirkan 4 film remake serta berbagai ftv dengan plot serupa. Emang sih, film A Star is Born versi terakhir garapan mas Bradley bisa dianggep sukses berat. Cuma yha udah dong mas udah cukup, kenyang akutu.
Untungnya, Cold War atau Zimna Wojna—dalam Bahasa Polandia—bukanlah versi lain dari A Star is Born. Film besutan Pawel Pawlikowski yang masuk tiga nominasi besar dalam ajang Academy Awards ke-91 kemarin ini lebih mirip film drama historis yang sedikit menyenggol latar politik di tahun 1950-1960an dibanding film romantis ala-ala.
Berlatar tahun 1950-an saat Amerika dan Rusia sedang perang dingin-dinginan, Wiktor (Tomasz Kot) dan partner-nya Irena (Agata Kuleszaa) touring ke daerah-daerah pelosok Polandia untuk merekrut talenta-talenta desa ke dalam kelompok ansambel bentukannya, Mazurek. Mazurek sendiri awalnya didirikan dengan niatan membentuk kelompok penyanyi dan penari rakyat yang menari demi kesenangan, tanpa embel-embel politik atau propaganda pemerintah.
Di salah satu audisi, Wiktor kesemsem dengan salah seorang penyanyi muda bernama Zula (Joanna Kulig). Hal ini bukan karena suara Zula luar biasa bagus—hanya saja Zula memiliki api di perilaku dan tatapannya, sehingga membuat Wiktor menjadi penasaran.
Setelah diterima di Mazurek, Zula mulai mengikuti sesi pelatihan vokal dan tari yang intens, yang berujung pada hubungannya dengan Wiktor yang makin dekat. Mereka mulai berpacaran dan curi-curi waktu untuk bermesraan.
Seiring dengan perkembangan hubungan Wiktor dan Zula, pamor Mazurek juga semakin naik. Di salah satu titik, pengurus partai pemerintah akhirnya menawari Mazurek untuk menjadi bagian dalam propaganda pemerintahan. Setiap tampil, Mazurek dipaksa harus menyisipkan unsur-unsur perdamaian dan sanjungan terhadap pemimpin partai dalam performance-nya.
Hal ini membuat Wiktor menjadi muak dan berniat kabur. Ia mengajak Zula sang kekasih untuk ikut dengannya ke Paris. Karena diburu waktu dan dimabuk cinta, Zula pun mengiyakan ajakan Wiktor tanpa ragu. Malang, setelah menunggu berjam-jam di bawah Salju, Zula tidak jadi menepati janjinya dan malah membuat Wiktor jadi korban PHP. Pukpuk.
Eits, kisah cinta Zula dan Wiktor tidak berakhir begitu saja. Beberapa tahun terlewat, Wiktor yang kini sudah resmi jadi warga negara Perancis kembali bertemu dengan Zula. Sayang, mereka belum berjodoh lagi. Tapi selow, tahun berikutnya Wiktor kembali melihat Zula. Yha meskipun ujungnya ia ditangkap dan dipulangkan oleh sekelompok ajudan partai komunis karena dianggap mengkhianati Polandia. Wes, tenang-tenang, Zula dan Wiktor akhirnya ketemu lagi kok di Paris. Setelah melewati 1 mantan pacar dan 1 suami, Zula dan Wiktor akhirnya bisa menikah dan menjalin hidup baru. Tapi sayangnya, kali ini konflik bukan datang dari negara atau faktor eksternal lainnya, melainkan dari ego dan trust issue mereka masing-masing. Di akhir, Zula dan Wiktor memang bersama kembali, tapi dengan bayaran yang cukup depresif. Untuk pecinta romance yang berharap kisah romantis mereka berakhir bahagia, rasa-rasanya harus siap puas dengan ending yang bernuansa gelap. Ora popo lah yang penting kan till death do us apart (OOPS HEHEHE ENGGAK KOK!).
Seperti yang dibilang sebelumnya, Cold War bukanlah versi lain dari A Star is Born. Jikalau A Star is Born menyenggol isu kesehatan mental sebagai lapisan kedua-nya, Cold War lebih membawa isu tentang situasi politik, nasionalisme dan kebijakan negara, serta kisah cinta antar batas negara. Dalam Cold War, dapat dilihat bagaimana situasi politik yang menjadi latar belakang cerita juga turut berpengaruh dalam tataran personal. Wiktor yang dituding berkhianat sebab meninggalkan Polandia, harus menanggung rasa sakit karena tidak sempat bertemu dengan pujaan hatinya. Di satu titik, Wiktor bahkan rela untuk ditahan dan menjadi mata-mata Polandia agar dapat diterima serta bertemu kembali dengan Zula. Sementara di sisi lain, Zula juga harus bersedia menjadi boneka propaganda pemerintah demi keberlangsungan hidup dan karir bernyanyinya. Pada akhirnya, Polemik politik yang berlangsung dalam Cold War akan membuat kita merenungkan kembali konsep kebebasan individu.
Meskipun memiliki isu yang berbeda, Cold War dan A Star is Born juga memiliki beberapa kesamaan. Kedua film ini memiliki unsur format yang mirip: kisah cinta yang destruktif, pasangan yang insekyur-an, hingga sama-sama dijepit oleh alunan musik-musik syahdu. Cold War juga membawa narasi awal yang hampir serupa: perempuan yang tadinya biasa saja menyadari bahwa ia tidaklah biasa-biasa saja setelah di-notice oleh senpai laki-laki karismatik.
Kabar baiknya, penokohan perempuan dalam Cold War memiliki ciri khas yang unik. Zula lebih cocok disebut sebagai anti-hero dibanding dengan plain Jane atau manic pixie dream girl seperti yang sering didewi-dewikan dalam sinema. Zula pernah mencoba membunuh ayahnya. Ia juga bukan tipikal perempuan yang menahan lidahnya jika ingin mengatakan sesuatu. Bahkan, ia juga tidak jaim soal seksualitasnya. Pantas saja, perpaduan Zula yang penuh emosi dan Wiktor yang rasional akan menghasilkan kisah cinta yang meledak-ledak pula. Bak bom waktu, kisah cinta mereka penuh dengan kesiagaan.
Di luar plot dan narasi, sinematografi Cold War juga patut mendapat berjuta-juta likes. Membawa format hitam putih noir yang sama seperti Roma, Cold War juga sukses masuk nominasi Best Cinematography Oscar. Meski tidak menang, Cold War adalah bukti bahwa film keluaran non-Hollywood juga jago memproduksi sinematografi yang apik nan cantique.
Pada akhirnya, walaupun gak bisa dikatakan 11-12 sama A Star is Born, Cold War adalah romansa yang juga tidak berkutat jauh-jauh dari musik. Meski begitu, ada satu hal yang bisa disyukuri dari Cold War: seenggaknya kalian gak akan mendengar satupun sha-ha-ha-ha-shallow disini. Ehhe.
Kurnia Latif Maulani is currently balancing a campus life as an advertising student, a professional life as a freelance writer, and an alternate life inside her own head. You're always welcome to say hi on her Instagram (but beware of her spamming your timeline with cat videos).
Catherine Payne
Thank you for such an amazing and informative article! It’s useful to know how to continue small talk and eventually make it into a great conversation.
Ronald Chen
Catherine PayneThank you for your comment! I will publish more tips on social communication as well as some useful negotiation tricks so stay tuned!
Philip Bowman
Your tips helped me change my attitude to small talk, and I’m not avoiding them anymore. I hope to see more of such posts here in the future.