Sekala Niskala: Menghadirkan Dualitas Tanpa Banyak Bicara

(Sekala Niskala, Fourcolors Films ©2018)

 

“Kalo ngeliat film ini dan ngerasa ‘lambat banget sih film ini, ini sebenernya tempo anaknya (pemeran Tantri, Ni Kadek Thaly Titi Kasih). Saya baru pertama kali ketemu anak yang temponya lebih lambat daripada saya,”
– Kamila Andini, Festival Sinema Australia Indonesia 2019.

 

Ternyata “Perlahan tapi Pasti” itu bukan cuma slogan gengs, tapi bisa dipake buat ngejelasin film juga. Yap, film ini adalah salah satu contohnya. Sekala Niskala atau bahasa Sunda-nya Teh The Seen and Unseen adalah film besutan sutradara Kamila Andini, yang sebelumnya udah pernah nyutradarain film berjudul The Mirror Never Lies (Laut Bercermin) pada 2011 lalu.

 

Film yang masuk dalam daftar 10 Film Ter-Happening 2018 ini menggunakan istilah Bali “sekala dan niskala”, artinya dunia nyata dan dunia gaib. Mengisahkan tentang anak kembar buncing (kembar cowok-cewek) bernama Tantri (bukan Kotak) dan Tantra (bukan Ginting yang tanpa ‘r’). Di umurnya yang kurang lebih 10 tahun, muncul benjolan di otak Tantra sehingga harus menjalani perawatan intensif. Tantri yang masih kaget ngeliat adeknya sakit, kekeuh ngga mau masuk ke ruangan tempat Tantra dirawat.

 

Setelahnya, Tantri yang kelihatannya jarang ngomong, ngejalanin aktivitasnya kayak biasa, kecuali saat dia ngga bisa tidur di malam hari. Tantri akan melakukan sesuatu yang membuat dirinya terkoneksi terus sama kembarannya ini, kayak *piiiiiiip*, *piiiiip*, dan *piiiiiip* (biar nga spoiler). Pokoknya gimana pun caranya, cuma Tantri dan Tantra yang paham bagaimana mereka terkoneksi.

 

Nah, dari tindakan Tantri itu, penonton akan dibuat mikir, nunggu, sampe saatnya nyadar dan terharu dalam keheningan, ea. Tapi kalian yang anaknya nga bisa diem lebih baik sabar gengs, film ini ga akan nunjukkin movement yang bikin kaget atau secepet si dia menghilang saat lagi deket-deketnya. Namun sebaliknya, rangkaian adegan akan terasa real, seakan-akan kita beneran duduk ngeliatin apa yang terjadi di depan mata melalui kamera yang kebanyakan still atau hanya panning kiri-kanan. Soft AF!

 

Selain itu, kalian ngga perlu membayangkan gimana ending film ini karena kita semua pasti bisa menebak-nebak. Justru kejeniusan Kamila Andini di film ini terletak pada bagaimana proses penceritaan film. Mulai dari penggambaran karakter Tantra yang kalau makan telur ceplok berdua sama Tantri, karena Tantri nggak doyan kuningnya sedangkan Tantra suka kuning telur. Lalu pembentukan filosofi telur berlanjut saat Tantri yang dengan naturalnya makan telur rebus dan ngubek-ngubek cari kuning telur yang tiba-tiba hilang, sampe Tantri yang (finally) ngoceh-ngoceh karena dia ngga suka makan telur ceplok sekaligus sama kuningnya.

 

Sesuai dengan pernyataan Dini di awal artikel, tempo film yang terasa lama bukan sepenuhnya kemauan sang sutradara, tapi emang keseluruhan cerita akhirnya ngikutin karakternya Thaly Kasih, yang ternyata dari tempo pelan nan syahdunya ini Sekala Niskala bisa menyabet berbagai penghargaan di festival film internasional kayak Busan International Film Festival di Korea atau Toronto Film Festival di tahun 2017 lalu. Nggak hanya itu, ibu 2 anak ini juga bersyukur karena juri film internasional yang tadinya hanya membahas film-film dari Filipina atau Thailand kini mulai menyinggung film-film Indonesia juga. Satu lagi hal yang membuat Indonesia patut bangga sama Kamila Andini adalah karena Sekala Niskala akhirnya memenangkan nominasi Generation KPlus di Berlinale Film Festival, Jerman, yang belum pernah didapat oleh film Indonesia mana pun. Salut euy!

 

Saat ditanya mengenai alasan menggunakan adat Bali sebagai latar ceritanya, Dini mengaku bahwa dirinya menemukan dualitas dari makna “sekala dan niskala” yang juga mengartikan adanya keseimbangan. Menurut Dini, dualitas ini terkandung dalam berbagai hal di film, kayak siang-malam, laki-laki-perempuan, kasar-halus (teknik pengambilan gambarnya), dan realita-surealisme. Sama kayak kebudayaan di Indonesia yang menurutnya surealis meskipun semua hal itu adalah realita yang terjadi di Indonesia, di sekitarnya, di sekitar kita. Bener juga sich~

 

 

Tristin Hartono is an active senior communication student with "broadcasting" as her interest sub-major. She's currently into philosophy and old Greek stories. You can catch her up at Instagram, where she maintains her feeds tidy since November 2017.

Comments

Catherine Payne

Thank you for such an amazing and informative article! It’s useful to know how to continue small talk and eventually make it into a great conversation.

Ronald Chen

Catherine Payne

Thank you for your comment! I will publish more tips on social communication as well as some useful negotiation tricks so stay tuned!

Philip Bowman

Your tips helped me change my attitude to small talk, and I’m not avoiding them anymore. I hope to see more of such posts here in the future.

Send a Comment

NewsLetter

Keep up with our always upcoming product features and technologies.
Enter your e-mail and subscribe to our newsletter.